
Malam ini pipi "kuning ayu" sudah berwarna macam badut. Merah merona warna warni. Badannya beraroma wangi setan pelantun lafal madu racun. Jarinya gemulai menjadi galah-galah lentik pencabut nominal.
"Kuning ayu" berdansa menggila, gaun "kuning ayu" terus berkibar-kibar. Diiringi sorak sorai para mulut adam bermulut mesum penuh najis. Mereka berbaur dengan desah dan pujian lantang. "Kuning ayu" terus berpendar-pendar bak bola lampu dilantai dansa. Ia lupa pada putih dan hitamnya langit dunia.
Sementara jendela-jendela tua dikampung sana tengah tertunduk bisu menyertai balita-balita kuning muda disisinya. Punggung tangan mereka terus sibuk menyapu leleran airmata kerinduan mereka. Berharap kelak biang "kuning ayu"nya lekas kembali pada aur-aur tua peneduh lantai tanah di istana rumah bambunya dan merengkuh kembali cadar putihnya untuk mengaji disura.