Oktober 16, 2008

Melepasmu

Kemarin dulu aku marah pada dunia. Marah mengapa mawar berwarna merah, marah mengapa fajar disongsong mentari di ufuk timur namun senja di tinggalkan di batas malam? 

Aku juga memurkai si bayu yang menghembus dan menjilati pori-pori kulit dan jiwa ragaku yang sedang kosong. Murka karena tak bisa memaksa nasib berpihak padaku dan bertahan dari sakit kala takdirku tak terelakan. 

Dan malam itu aku pun terlelap dalam sedu sedan, terbangun dengan sembab yang menggantung di ujung pelupuk. 

Hari ini aku diam, bosan menunjuk sudut dunia dan menyandangkan kata salah pada wajah-wajah lain yang tak bersalah atas hari-hari lalu yang benar-benar salah. 

Tapi besok aku tak ingin bunuh diri. Walau harapku putus, walau dunia terik, kendati malam dan siang tetap mengikuti dan memboyong kenangan cita, cinta dan cerca. 

Kalau besok aku putus asa dan berani mati atas kecewa ini, MUNGKIN itu BIASA untukmu. Namun bila aku berani tuk terus hidup dan mengusung luka diri ini, serta kudapati bibirku tetap melebarkan senyum sepanjang hidup, itu LUAR BIASA untukku.

Mencintaimu

Mencintaimu adalah mensyukuri kehadiran dirimu walau aku tau abadi tak mungkin kiranya.
Mencintaimu adalah menikmati tiap detik kebersamaan kita tanpa aku ragu bahwa kau akan berlalu.
Mencintaimu adalah melepaskan dukamu berlalu dengan menjaga deretan kepercayaan yang kau titipkan padaku.
Mencintai itu adalah dua hati yang tahu untuk apa kita bersama dan saat aku harus melepasmu berlalu, aku akan tetap tersenyum untuk bahagiamu.