Juni 17, 2012

Disudut sore

Sore disudut cafe kecil, masih terduduk bersama Nina. Aku menarik sebatang rokok dari bungkusnya dan meleburnya menjadi abu.

"Sore ini aku menantimu bertutur", Nina membuka suara. "Kepalamu sudah membesar, isinya perlu kau pecah agar kau tak gusar".

Aku menarik batang rokok terakhir. "Mendekatlah. Aku ingin berkhayal bersamamu...
KEMARIN DULU acap kali aku merapat ke kasur tua berisi kapuk-kapuk berdebu itu, berlapis sprei warisan milik ibu. Warna putih sudah serupa warna abu, tahun-tahun sebelumnya banyak jejak kaki nakalku melompat disitu. Wangi menyebar. Bau kamper. Ibu sudah menyimpannya dilemari selama 3 hari setelah sibuk mencuci. Bau kamper... aku rindu kamper dikamarku. Rindu masa lalu berbau kamper.

HARI INI aku akan merapat ke kasur asing dengan pegas didalamnya, berhias sprei tanpa bunga-bunga diatasnya. Masih ada sisa wangi cucian barunya, malam-malam sebelumnya banyak tumpahan cairan cintaku disana. Gairahku menyebar. Bau kelaki-lakiannya muncul lagi. Kami sudah terbiasa berkutat dikamar sempit ini setelah makan malam berdua. Bau pria... aku rindu kamar sempit disana. Rindu caranya membuatku mendesah.

ANGAN SOAL MASA DEPANKU, aku merindukan kasur empuk. Aku terbaring dengan bacaan ringan pelepas lelah. Disampingku ada laki-laki yang resmi dipanggil ayah karena kami telah meletakkan nama-nama kami dalam akta nikah. Gairah hidupku berbinar. Aku akan jadi ibu, meletakkan kamper dilemari untuk sibuah hati seperti ibu. Aku akan bercinta dengan pasangan hidup yang ku panggil ayah. Bila perlu kan kubuat pintu lemariku menganga saat bercinta. Agar ku ingat tentang kamper dari masa laluku, gelora gila hari ini, dan angan tentang mesra hari tua".

"Anganmu... Serupa anganku", kata Nina. Ia menerawang pada mimpi tentang kekasihnya.

"Ini tentang bercinta. Selebihnya dari cerita itu aku tak faham mengenai cinta". Aku mematikan rokokku. Meninggalkan Nina dan belasan puntung rokok dalam asbak coklat tua.


Tidak ada komentar: