September 20, 2012

Waktu, Setetes Madu Yang Mengandung Racun


"Abang mendua. 7 tahunku terenggut dengan hina", teriak perempuan didepan Muti.

"Tak ada lah abang bermaksud menghina. Ini semua serangkai khilaf saja", laki-laki didepan Muti tak berhenti membela diri.


"Kau sebut khilaf cuma tuk mengemis ma'af karena kau pikir hati ini pun tak akan kikir", balas perempuan itu lagi. Kali ini dengan terisak.


"Abang tak bisa bersuara banyak bila kau terus terisak".


"Aku terisak karena sesak".


"Abang tak berbuat hal-hal yang khianat. Abang akan mengatakan atas nama Tuhan"


Beberapa saat mereka diam. Tangis perempuan itu reda. Ia berlari mendekap sang lelaki. Nama Tuhan telah menyelamatkan sebuah keributan. Laki-laki itu menyuruh perempuan itu pulang agar gundahnya hilang. Sebuah janji untuk menyusulnya setelah ia pergi akhirnya disepakati. Laki-laki itu membereskan pekerjaannya. Melintasi Muti yang berdiri sendiri dan mematung dengan kesedihan yang terus bergulung. Airmatanya mulai berderai.


Malam itu pun lengkap. Ada wanita berstatus istri yang terkhianati namun terus dikelabuhi, ada pria berstatus suami yang terus membela diri dan menyanjung kepalsuan diatas nama Tuhan, juga ada wanita bernama Muti yang baru memutuskan pilihannya menjelang malam kemarin. Pilihan tentang mengakhiri hidupnya dan menjadi hantu penasaran selepas senja, ketimbang mengakhiri hidup seorang laki-laki dan menjadi pesakitan dikandang besi.

Tidak ada komentar: