Pagi bergema oleh pekik remaja. Diatas aspal
yang masih dingin ia mengejar perwujudan mimpi yang baru saja dibawa
lari. Nafasnya tertahan, ia berhenti di mesjid ujung jalan. Terduduk,
lemas dalam keadaan setengah mengantuk. Asanya putus, sementara nilai
perhitungan kewajiban belum selesai terurus.
Ia mengacak rambutnya berkali-kali dan menangis. Lama ia tercenung diatas teras mesjid. Sebuah kesadaran mulai menggerogoti otaknya.
"Kehilangan benda berharga tak harus membuat
Ia mengacak rambutnya berkali-kali dan menangis. Lama ia tercenung diatas teras mesjid. Sebuah kesadaran mulai menggerogoti otaknya.
"Kehilangan benda berharga tak harus membuat
batin miskin. Yang ku perlu hanya keluar dari kebencian yang mulai
mengakar. Kubangun tumpukan ikhlas diatas ramadhan kemarau ini. Ramadhan
yang selalu kukecilkan nilainya ditahun-tahun sebelumnya. Semoga apa
yang terlepas dariku hari ini bisa membahagiakan diri serta keluargamu
di hari fitri nanti".
Ia melenggang pulang dengan lemas, teringat seandainya ia menjalankan apa yang semalam telah ia gagas. Seandainya ia tetap i'tikaf dan tidak pulang, seandainya tawaran kawan-kawan tuk berkendara tak menjadi penghalang.
*Subuh yang gaduh. Saat sepasang kaki kecil berlari mengejar motor cicilan yang tercuri*
Ia melenggang pulang dengan lemas, teringat seandainya ia menjalankan apa yang semalam telah ia gagas. Seandainya ia tetap i'tikaf dan tidak pulang, seandainya tawaran kawan-kawan tuk berkendara tak menjadi penghalang.
*Subuh yang gaduh. Saat sepasang kaki kecil berlari mengejar motor cicilan yang tercuri*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar