Januari 01, 2008

Bukit berkabut


Langit memerah laksana bara yang hampir tertumpah. Awan putih segan untuk tetap suci, Cemara-cemara tua berayun dalam irama yang tak tentu, Pucuk-pucuk rapuhnya menuding menunjuk bukit. Menuding puncaknya yang menjinahi keagungan. Bergulung kilau senja menjauh, ia  malu… sangat malu. Biasnya menggugurkan niat gerbang malam terkuak. 

Anjing-anjing berliur itu, aku benci anjing-anjing berliur itu. Aku benci mata besar dan salak nistanya. Tapak kaki tak beralas mengotori hutan perawan, Dan dua kepalanya, berisi hasrat memakan segala. Ekor menggibas, memuja bukit subur, yang kemarin menyembunyikan bayang buruk dan kumalnya serta bau borok dibalik bulu gimbal. Duhai bukit agung berbalut lembayung, Dapatkah sesekali kau limpahkan setiamu pada kekasih? Pada si langit, si awan, dan si cemara yang menjadi teman tidur malammu?

Tidak ada komentar: