Januari 01, 2008

Jelita tua yang tertidur bertalam pasir


Dera tali kekang menghela, tak kunjung buat jelita tua berkeluh asa. Pun sudah ia sadari kini sudah waktunya untuk berhenti, mendinginkan peluh dalam gelap sisa hari. 

 Jelita tua yang eloknya tertinggal, sisa petualang cinta yang hatinya terpenggal. Kakinya terus berlari menapak diantara kerikil pasir. Tak ada iba hati tuan tanah yang mengekor dibelakang kusir. Nyinyir, mencibir, buat jelita tua tak habis berfikir. 

 Lunglai langkah hantar satu tanya getir tuk tuan tanah berbalut sutra ungu, “Adakah sedikit hati mengajakku menepi sebelum lanjut langkah berlalu?” 

Tak ada satupun desah dari bibir bisu berbalut jelaga tembakau. 

Jelita tua mulai mengubur tutur mendayu. “Aku berserah walau malam ini musti mati dalam lelah. Tak perlu nisan batu tuk kuburku atas tubuh yang tak lagi ayu. Bawa saja serta pemilik tangan mungil dan rambut ekor kuda yang tertitip di rahimku lima tahun lalu.” 

Mata besar jelita tua melayu, langkah kakinya membeku tertelan desiran bayu.

Tidak ada komentar: