Januari 01, 2008

When you take my pride away


Ada tangis suatu malam saat mulut terbuka.

“Dik, aku mendua”, sayangku berkata. 

Aku tertawa balas menggoda, “Dengan ibu tercinta tak apalah adanya.” 

Sunggingan senyum tak merekah di bibirnya.
Jelas tak bermaksud melempar kelakar tuk canda tawa.

“Untuk apa abang mendua?”, tanyaku. 

Sorotan matanya tak lagi bijaksana. 

Satu bisikan datang menyapa, “Gadis tetangga tengah berbadan dua”. 

Tak sempat kutarik nafas menghela
Kalimat terlanjut tak lagi tercerna
Cuma sesak berlanjut gelap mata

Detik ini aku terdiam membisu
Meski sibuk berputar dalam pikiranku

Diluar sana musik mengalun merdu
Diiringi senyum bahagia si calon madu
Bergetarku dengan tangis tersedu
Kata setuju jadi penyesalanku

Semalam ada niat batal berlaku
Tak sempat terhujam satu mata tajam kedadamu
Seharusnya abangku tak ada disitu

Semalam sempat terpikir olehku
Tempat termanis untuk abang sayangku
Dihalaman belakang rumah mungilku
Dibawah tanah merah dengan satu nisan batu.

Tidak ada komentar: