Januari 01, 2008

Pagi menggulir


Pagi sekonyong-konyong menghadang cerita mimpi tidurku. Menyorongkan alur senandung yang bergema merdu di antara mangkuk-mangkuk dalam dapur biruku. Kopi hangat miskin gula, berkepul-kepul dicangkir berbunga jingga. Tersaji jugalah sepiring nasi hangat, tak lupa berjajar garnis-garnis menyala memikat. Senyumku tak henti mengembang, meski bibir tipis bukanlah tanding yang seimbang. Menciumi tubuh wangiku sisa mandi di pagi buta, sisa basuhan aroma rempah nirwana. Aku mendesah serta merta, tak tahu kan kemana kuhibahkan semua bila hanya bangku kosong yang menyapa di ruang hampa. Oh, aku lupa… Tak kudapati tubuh semampaimu merengkuh tuk bermasyuk mesra malam lalu. Aku juga lupa bahwa telah ada putus dari bibirmu tuk melangkah berlalu. 

“Kamu pengecut!”, teriakku penuh deru, “Tak lekangkah janji setiamu dihadapan Tuhanmu?” 

Semampaimu telah jauh berlalu sejak waktu lalu. Berlalu setelah kau jatuhi dirimu dengan penghakiman kau gagal bertahan, setelah dihantui detik usia yang melangkah. Sementara tak juga kau dapati bibir-bibir mungil menyerukan dirimu AYAH. 

--Tengah malam, akhir desember 2007--

Tidak ada komentar: