Januari 01, 2008

Sahabat yang berpulang siang tadi


Sepi, sunyi. 
Cuma tertinggal beberapa kepala, tertunduk bisu tanpa makna
Diam. Sepi. Sunyi

Aku pandangi mereka, 
"Ananda, apa yang terlintas dibenakmu? 
Mega, adakah kata yang tertahan di bibirmu? 
Tak bisakah kalian berkata sesuatu? 
Umpatkan satu kata padaku, Kenzu! 
Apakah suaramu turut hilang, Bayu? "

Sepi, sunyi. 
Cuma isak pelan terdengar satu dua, tersembul lara dalam hati mereka
 Sedih, terkukung duka.

Aku berteriak, memekik dahsyat,
 "Hentikan saja tangis kalian! Hentikan sedu sedan tiada guna! Untuk apa? Tak kemana diri ini terbawa. Sahabat, aku cuma lelah, kemudian pasrah, lalu aku kalah. Aku berserah dengan jiwa terengah. Aku terdiam, maka hendaklah kalian juga diam"

Satu persatu langkah menjauh

Mereka meninggalkan tumpukan keping melati, meninggalkan kecewa atas diri ini, meninggalkan semua alasan mengapa langkahku terhenti

Beberapa kepala menyematkan pesan untuk si bodoh ini, “Kenapa kau mati hanya karena tertindas senyum kekasih sang suami?” 

Tertinggal sepi mengurungku. Tersisa dingin merongrongku. Terabaikan dibawah nisan baruku. Tinggal sepi, sunyi.

Tidak ada komentar: